REPUBLIKA 19/10 Page 6, -- Bencana kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra dan Kalimantan belum juga berakhir. Operasi pemadaman yang dilakukan melalui darat dan udara dengan melibatkan bantuan dari sejumlah negara belum sepenuhnya mampu menaklukkan titik api yang membakar hutan dan lahan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan jumlah titik api di Sumatra dan Kalimantan masih fluktuatif. Salah satu penyebab masih berkobarnya titik api adalah makin keringnya musim kemarau. Berdasarkan pantauan Satelit Terra Aqua pada Ahad (18/10), di wilayah Sumatra terdapat 1.085 titik api.
Sedangkan, di Kalimantan satelit menangkap ada 212 titik api. Jumah titik api di Kalimantan yang sebenarnya diprediksi lebih banyak dari yang tertangkap citra satelit. Hal itu terjadi akibat sensor satelit tak mampu memembus pekatnya asap di Kalimantan Tengah. Wilayah hutan dan lahan yang terbakar meluas hingga Kalimantan Timur.
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan kabut asap telah membuat masyarakat menderita. Kualitas udara yang kembali memburuk di sejumlah wilayah membuat warga kesulitan untuk beraktivitas di luar rumah. Kabut asap tak hanya merenggut kenyamanan hidup dan mengancam kesehatan masyarakat, namun juga telah membuat produktivitas masyarakat menurun.
Kita tentu berharap agar pemerintah daerah dan pusat untuk terus berjuang tanpa mengenal kata lelah untuk segera menaklukkan titik api yang membakar hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan. Bantuan dari negara-negara sahabat harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar kabut asap yang telah meneror kehidupan masyarakat bisa segera diatasi.
Bila perlu, pemerintah bisa meminta bantuan kepada negara-negara lainnya agar kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang sangat menyesakkan itu bisa segera hilang dari bumi Indonesia. Operasi pemadaman dari udara dan darat tentu harus lebih digencarkan dan diperluas. Masyarakat di Sumatra dan Kalimantan sudah rindu menghirup udara segar.
Masyarakat di wilayah terdampak kabut asap juga diharapkan untuk terus berdoa agar hujan segera turun. Terus berikhtiar salah satunya dengan menunaikan shalat Istisqa (shalat meminta hujan), seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Selain operasi pemadaman, pemerintah daerah dan pusat perlu lebih serius lagi untuk menangani kesehatan masyarakat di wilayah yang terkepung kabut asap. Kesehatan masyarakat juga harus menjadi prioritas. Kabut asap telah membuat puluhan ribu bahkan mungkin ratusan ribu warga sakit.
Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono mengingatkan agar masyarakat yang menjadi korban asap dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan perlu diperiksa kesehatan secara saksama karena asap tersebut bisa menjadi pemicu kanker. Menurut dia, dampak menghirup asap baru akan terasa dalam jangka panjang, yakni 5-10 tahun mendatang.
Kita berharap agar Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan di wilayah yang terkena kabut asap melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat. Kabut asap sangat mengancam anak-anak, para usia lanjut, dan ibu hamil karena kondisi kekebalan tubuh mereka yang kurang.
Publikjuga menunggu keseriusan penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, dan hakim untuk memberi hukuman yang berat bagi para pembakar hutan dan lahan. Siapa pun mereka harus mendapat hukuman yang berat agar ada efek jera. Dampak kebakaran hutan dan kabut asap begitu mengerikan. Tak hanya alam dan lingkungan yang rusak, namun juga mengancam kesehatan masyarakat.
Penanganan kebakaran hutan dan kabut asap tentu menjadi ujian bagi pemerintahan Joko Widodo. Ke depan, pemerintah hariis menyusun strategi terpadu untuk mencegah dan dan menangani bencana kebakaran hutan dan lahan. Mencegah tentu lebih baik daripada mengatasi.
Ads Inside Post
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ConversionConversion EmoticonEmoticon