Ads Inside Post

Editorial, “Penghentian Kasus Risma”



KORAN TEMPO 29/10 Page 11, -- Langkah Kepolisian Daerah Jawa Timur mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus mantan Wall Kota Surabaya, Tri Rismaharini, sudah tepat. Kasus ini memang tak layak disidik karena tidak ada bukti Risma melakukan kesalahan. Keluarnya SP3 itu juga menggugurkan pernyataan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang sempat menjadikan Risma tersangka dengan dugaan penyalahgunaan wewenang pemindahan kios pembangunan Pasar Turi.

Kini persoalan sudah selesai. Istilah kepolisian, sudah tutup buku. Risma, yang akan maju dalam pilkada 9 Desember nanti, sudah boleh tenang. Yang tersisa adalah: kenapa kasus seperti ini bisa terjadi? Sulit untuk tidak menduga ada niat tersembunyi mengganggu Risma menjelang pilkada.

Ben-nula dari Henry J. Gunawan, bos PT Gala Bumi Perkasa, yang melaporkan Risma. PT Gala bersengketa dengan Risma menyangkut pengelolaan Pasar Turi. Perusahaan ini membangun kernbali pasar tersebut setelah terbakar pada 26 Juli 2007, tapi lalu berselisih dengan Pemerintah Kota Surabaya soal kerja sama pengelolaan stan. PT Gala, yang tadinya hanya memiliki hak pakai atas stan di Pasar Turi, menginginkan haknya ditingkatkan menjadi kepemilikan bersama (strata title).

Risma menolak, karena tanah Pasar Turi milik Pemerintah Kota. Mereka juga berselisih soal harga stan. Belum lagi, PT Gala secara sepihak membangun gedung itu tiga lantai lebih tinggi kesepakatan dengan Pemerintah Kota hanya enam lantai—sehingga biaya membengkak.

Risma lalu membangun tempat penampungan sementara untuk para pedagang. Hal inilah yang diprotes pengembang dan puluhan pedagang yang telanjur membeli stan. Mereka meminta agar penampungan sementara dibongkar. Risma menolak. Di samping karena pasar belum sepenuhnya rampung, menurut dia banyak pedagang tak mampu membeli stan di pasar. Dan laporan inilah polisi menganggap kebijakan Risma sebagai penyalahgunaan wewenang.

Risma dijerat dengan Pasal 421 Kitab Undang Undang Hukum Pidana tentang penyalahgunaan kekuasaan dan terancam hukuman 2 tahun 8 bulan penjara. Kasus ini oleh polisi langsung dikirim ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Belakangan, polisi tak menemukan bukti Risma bersalah. Hal ini diakui Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti. Artinya, polisi harus mengeluarkan SP3 yang rencananya dikirim pada akhir September. Celakanya, terjadi pergantian Direktur Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, dan pejabat yang baru sedang naik haji. SP3 tertunda, dan tiba-tiba Kejaksaan Tinggi menetapkan Risma tersangka per 23 Oktober.

Apakah"Risma tersangka" murni kealpaan, ataukah ada upaya mengganggu calon inkumben yang populer ini? Partai pengusung Risma, PDI Perjuangan, meminta agar kasus ini dibuat terang. Ada benarnya. Namun, yang penting, kepolisian harus lebih profesional bekerja.