12 Okt 2015

Johan Minta Sikap Jokowi

Pimpinan DPR mengirim surat kepada pemerintah untuk menyikapi draf revisi UU KPK.

MATARAM — Pelaksana Tuga (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP meminta Presiden Joko Widodo segera mengambil sikap terkait inisiatif revisi Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang KPK oleh DPR. Kendati pernah menyampaikan sikap untuk menolak rencana revisi sebelumnya, Johan tetap berharap Presiden kembali menyatakan sikap.

"Sebaiknya Presiden Jokowi segera bersikap terkait kisruh revisi UndangUndang KPK," kata Johan Budi usai menjadi pembicara pada seminar pendidikan di Mataram, Sabtu (10/10).

Johan menegaskan, KPK sudah menyatakan sikap menolak beberapa isi pasal dalam draf revisi usulan enam fraksi di DPR. Dia menegaskan, ada beberapa poin revisi UU KPK itu yang melemahkan KPK. "Salah satu pasal tersebut menghilangkan penuntutan dari KPK dan membatasi umur KPK sampai 12 tahun," ujarnya.

Jika ruh dari KPK seperti kewenangan penuntutan dihilangkan, ujarnya, sama artinya menghilangkan semangat reformasi. Padahal, semangat untuk melahirkan KPK adalah untuk pemberantasan korupsi.

Selain itu, mengacu pada ketetapan (tap) MPR bahwa tidak ada klausul yang menyebut pembentukan KPK itu dengan limitasi atau batasan waktu." Ini menjadi penting dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.

Pimpinan DPR pun sudah mengirimkan surat untuk berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo terkait revisi UU KPK. DPR ingin meminta sikap resmi pemerintah terkait wacana revisi itu. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, berdasarkan mekanisme yang berlaku, pembahasan UU harus mendapat persetujuan bersama DPR dan pemerintah. "Tentunya pandangan dari pemerintah finalnya seperti apa, itu kita diskusikan dalam rapat konsultasi," kata dia saat dihubungi wartawan, Sabtu (10/10).

Rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan Presiden bukan dalam koridor untuk mengambil keputusan. Menurutnya, pimpinan DPR hanya perlu mendengar pandangan Presiden soal revisi UU KPK.
Hasil rapat konsultasi akan ditindaldanjuti dalam pembahasan di internal DPR. Pandangan Presiden maupun kementerian terkait akan dimasukkan dalam daftar inventaris masalah (DIM) sebagai masukan dari pemerintah. Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengaku belum mengetahui secara pasti jadwal rapat konsultasi dengan Presiden.

Dia menjelaskan, pimpinan DPR barn mengirim surat resmi untuk minta waktu agar dapat menggelar rapat konsultasi dengan Presiden. "Mungkin minggu depan, Senin atau Selasa kami dapatkan konfirmasi dari istana."

Enam fraksi di DPR berencana untuk menginisiasi revisi UU KPK. Dua partai besar, yakni PDIP dan Golkar, masuk dalam barisan fraksi pengusung revisi. Presiden Joko Widodo sudah pernah menolak usulan revisi beberapa waktu lalu.

Dalam draf revisi, tercantum pembatasan kewenangan dan usia KPK. Draf itu juga menyebutkan bahwa penyadapan KPK harus mendapat izin ketua pengadilan negeri. Tak hanya itu, KPK dapat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Draf revisi pertama kali muncul dalam rapat internal Badan Legislasi (Baleg) DPR awal pekan lalu. Draf ini pun mengagetkan banyak pihak, termasuk anggota Baleg di luar pengusul revisi tersebut.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan tidak tahu pasti siapa penyusun draf yang sudah diedarkan dalam rapat internal Baleg."Dia menjelaskan, kemungkinan draf revisi disiapkan Fraksi PDIP.

"Saya tidak tahu siapa penyusun draf itu sebenarnya, hanya diberi info oleh teman-teman PDIP bahwa merekalah yang akan menyiapkan drafnya," kata Arsul, Sabtu (10/10).

Arsul mengakui, selama ini PDIP belum pemah mendiskusikan soal draf revisi UU KPK pada fraksi-fraksi lainnya di DPR. Dengan demikian, fraksifraksi yang ikut tanda tangan untuk mengusulkan revisi UU KPK sebagai prolegnas prioritas perubahan 2015 pun ikut terkejut.

Sebenarnya, dia menjelaskan, seluruh fraksi setuju dengan adanya revisi UU KPK. Hanya, dalam usulan awal DPR, revisi UU KPK ini tidak masuk dalam prolegnas prioritas 2015. Namun, pada prolegnas 2015-2019, sesuai usulan Fraksi Gerindra.

Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto sebelumnya menegaskan, seluruh anggota fraksinya satu suara mendukung revisi UU KPK. Menurutnya, revisi harus dilakukan tahun ini. "Kader PDI Peijuangan harus tegak lurus. Kalau perintah pimpinan A, semua hams melaksanakan," katanya.

Menurutnya, perlu melihat sejarah dari pembentukan KPK hingga akhirnya usulan revisi itu muncul. [AGUS RAHARJO]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar