Pemerintah diminta arif dalam mengayomi seluruh komponen bangsa.
REPUBLIKA 19/10 Page 12 — Kementerian Agama (Kemenag) menghargai keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang keberatan dengan penetapan Hari Santri Nasional (HSN).
Direktur Diniyah Pondok Pesantren Kemenag Mohsen mengatakan, penetapan HSN bukan dimaksudkan untuk menimbulkan polarisasi santri dan nonsantri, melainkan agar negara hadir dan memberikan perhatian terhadap santri dan pesantren.
"Negara harus memberikan perhatian terhadap pengembangan pendidikan pesantren dan santri. Jadi, masyarakat dan pemerintah bersama-sama memberikan perhatian pada pesantren dan santri, termasuk juga perhatian dalam hal anggaran. Kita sudah sampaikan sikap, tujuan, dan apa yang diharapkan dari penetapan HSN kepada Muhammadiyah," ujar Mohsen kepada Republika, Ahad (18/10).
Ia menjelaskan, dari awal proses penetapan HSN, Muhammadiyah selalu diikutsertakan. Bahkan, dalam kesempatan focus group discussion (FGD) yang juga dihadiri perwakilan PP Muhammadiyah era kepemimpinan Din Syamsuddin, Muhammadiyah mengaku sangat menghargai soal penetapan HSN dan tidak mempermasalahkannya.
Hanya, lanjut Mohsen, Muhammadiyah mengusulkan agar tidak ada kepentingan politik dalam proses penetapan HSN sekaligus meminta agar definisi terminologi santri diperluas.
"Dan usulan Muhammadiyah ini sudah kita penuhi dan akomodasi," katanya.
Ia yakin, apa yang dikhawatirkan Muhammadiyah tidak akan terjadi. Sebab, pesantren tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. "Ruh dari pesantren adalah masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, Muhammadiyah keberatan dengan penetapan 22 Oktober sebagai HSN. Muhammadiyah menilai, penetapan HSN dapat mengganggu ukhuwah umat Islam lewat polarisasi santri-nonsantri yang selama ini mulai mencair.
"Muhammadiyah secara resmi berkeberatan dengan Hari Santri," ujar Haedar kepada Republika, Sabtu (17/10).
Muhammadiyah, menurut dia, tidak ingin umat Islam makin terpolarisasi dalam kategorisasi santri dan nonsantri. HSN akan menguatkan kesan eksklusif di tubuh umat dan bangsa.
Padahal, selama ini santri-nonsantri makin mencair dan mengarah ke konvergensi. "Untuk apa membuat seremonial umat yang justru membuat kita terbelah," ujarnya.
Apalagi, lanjut Haedar, hari yang dipilih sangat eksklusif dan milik satu kelOmpok Islam. Hal itu kian menambah kesenjangan yang berpotensi mengganggu ukhuwah umat Islam.
Haedar mengakui, pemerintah dan kelompok Islam bisa saja memaksakan diri menetapkan HSN pada 22 Oktober karena memang memiliki otoritas. Namun, ia berharap pemerintah arif dalam mengayomi seluruh komponen bangsa.
Pernyataan senada disampaikan mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Dalam pesan yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo, Jumat (16/10), Din menyatakan, penetapan HSN tidak tepat karena akan menguatkan dikotomi santriabangan dan cenderung hanya berkaitan dengan satu kelompok tertentu.
"Adalah tidak tepat, taktis, dan strategis adanya HSN karena hal itu dapat mengganggu persatuan bangsa," ujarnya.
Ia juga keberatan karena HSN dikaitkan dengan tanggal dan peristiwa tertentu, yaitu fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Ia menilai, hal itu sebagai penyempitan atau duksi jihad para pahlawan yang sudah dimulai berahad-abad sebelumnya, terrnasuk era prakemerdekaan.
Padahal, kata Din, jihad pada masa itu bersifat jauh lebih luas dan tidak dikaitkan dengan kelompok tertentu.
Tak perlu diperdebatkan
Terkait hal ini, Rais 'Aam Syuriah Pengurus Besar Nandlatul Ulama (PBNU) KH Ma'ruf Amin meminta semua pihak untuk menghilangkan perdebatan terkait penetapan HSN. "Jangan jadi perdebatan lagi," ujar Ma'ruf, Ahad.
Dalam "proses pembahasan suatu isu, menurutnya, boleh ada perdebatan. Akan tetapi, jika sudah ada keputusan, hendaknya seluruh pihak menghormatinya. Ma'ruf mencontohkan, terkait penetapan HSN, pemerintah sudah mengambil keputusan akhir. Presiden Joko Widodo telah meneken keputusan presiden (keppres) tentang penetapan HSN yang jatuh setiap 22 Oktober.
Ia juga menilai, penetapan HSN 'sudah relevan. Tanggal 22 Oktober sudah tepat dipilih sebagai HSN karena bertepatan dengan resolusi jihad santri yang digelorakan KH Hasyim Asy'ari pada 1945.
Kala itu, resolusi jihad itu berhasil membakar semangat rakyat, khususnya para santri, untuk memperjuangkan kemerdekaan negara. ■ MARNIATI, AHMAD FIKRI NOOR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar