"Yang saya bisa katakan adalah saya meminta maaf bahwa informasi intelijen yang kami terima ternyata salah. Kendati dia (Saddam) telah menggunakan senjata kimia untuk melawan rakyatnya serta untuk menghadapi pihak lain, program yang kami duga sebelumnya ternyata tidak ada," ujar Blair dalam satu wawancara eksklusif-dengan CNN yang ditayangkan pada Ahad (25/10).
Pernyataan Blair tersebut terkait dengan tudingan bahwa mantan presiden Irak Saddam Hussein memiliki senjata perusak massal. Tudingan itulah yang digunakan oleh Pemerintah AS dan Inggris sebagai pembenaran untuk melancarkan invasi ke Irak. Serangan yang disebut-sebut dilakukan berdasarkan laporan intelijen itu ternyata salah besar.
Dalam wawancara yang juga di lansir Alarabiya itu, Blair mengungkapkan kegagalannya membuat rencana yang tepat untuk penanganan pascaperang pada tahun 2003. "Saya juga meminta maaf atas beberapa kesalahan dalam perencanaan dan tentu kesalahan kami dalam pemahaman tentang apa yang akan terjadi setelah penghapusan rezim," kata Blair.
Namun, pada saat bersamaan, dia mengaku tidak menyesal telah menjatuhkan Saddam Hussein. "Saya rasa saya sulit meminta maaf karena telah menyingkirkan Saddam. Saya pikir, hingga hari ini pada 2015, lebih baikjika dia memang tidak lagi eksis," ujar Blair.
Saddam dikenal kerap melakukan penindasan terhadap warganya sepanjang kepemimpinannya yang berlangsung hingga tiga dekade. Namun, kendati saat ini Saddam telah tiada, rakyat Irak tidak kunjung memiliki kehidupan yang lebih baik. Saat ini, warga Irak justru harus berjuang keras menghadapi ancaman dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang menguasai sejumlah bagian wilayah di Suriah dan Irak.
Ketika ditanya apakah perang Irak menjadi pemicu kebangkitan ISIS, Blair memberikan isyarat bahwa is membenarkan pernyataan itu. "Saya rasa ada unsur kebenaran terkait itu," ujar Blair. "Tentu Baja Anda tidak bisa mengatakan mereka yang telah menyingkirkan Saddam pada 2003 tidak memikul tanggung jawab untuk situasi pada 2015," kata Blair.
"Akan tetapi, harus disadari pula bahwa Arab Spring yang dimulai pada 2011 juga akan berdampak pada Irak hari ini. Kedua, ISIS justru muncul dari basisnya di Suriah, bukan Irak," lanjut Blair.
Blair turut mengakui hingga kini perdebatan Boal kebijakan intervensi Barat tidak kunjung jelas. "Kami telah melakukan intervensi dan mengirimkan pasukan ke Irak. Kami juga melakukan intervensi tanpa mengirim pasukan di Libya dan kami berusaha tidak melakukan intervensi apa pun di Suriah kecuali menuntut adanya perubahan rezim," ujarnya dengan nada tegas. "Sebenarnya saya juga tidak yakin apakah kebijakan kami itu berhasil atau tidak. Boleh jadi kebijakan berikutnya bisa lebih berhasil."
ConversionConversion EmoticonEmoticon