26 Okt 2015
Reshuffle Kabinet tidak Mendesak
Presiden Jokowi diminta lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan kabut asap daripada berpikir untuk merombak kabinet.
MEDIA INDONESIA 26/10 page 2, -- PEROMBAKAN kabinet dianggap bukan persoalan urgen yang harus dilakukan Presiden Joko Widodo. Perombakan kabinet juga bukan jaminan roda pemerintahan akan berjalan lebih baik.
Pengamat politik dari Centre for Strategic Indonesia Studies (CSIS) J Kristiadi menegaskan hal itu saat menanggapi isu reshuffle kabinet jilid dua yang mengemuka bertepatan satu tahun Kabinet Kerja Jokowi-JK. Sejumlah survei terbaru dilaporkan ada ketidakpuasan terhadap pemerintah, terutama di bidang ekonomi.
Menurut Kristiadi, perombakan menteri jilid dua yang terlalu cepat justru berpotensi instabilitas. Ia khawatir perombakan kabinet menyebabkan tarik-menarik kepentingan politik yang berimbas terhambatnya proses konsolidasi pemerintahan Jokowi-JK. "Kabinet juga baru berjalan setahun. Lebih baik fokus memanaskan mesin birokrasi agar mereka bisa diajak berlari," ujar Kristiadi di Jakarta, kemarin.
Pengamat CSIS lainnya, Philips Vermonte, berpendapat reshuffle kabinet yang dilakukan dalam waktu berdekatan tidak baik bagi kinerja pemerintahan. Hal itu akan menyebabkan ketidakpastian dan mengganggu jalannya sejumlah program.
Philips mengakui reshuffle pada dasarnya bertujuan baik karena mendorong kinerja lebih baik. Namun, bila dilakukan dalam waktu berdekatan, hal itu justru akan membuat menteri bark .harus belajar lagi dan mengatur birokrasinya sehingga bisa menghambat program kerja pemerintah.
Persoalan akut
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, juga menilai saat ini bukan waktu yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk melakukan perombakan Kabinet Kerja.
Sebab, pada saat yang sama tengah terjadi berbagai persoalan sosial yang membutuhkan perhatian serius, terutama persoalan asap dan kebakaran hutan yang hingga kini penanganannya belum membuahkan hasil.
Jika Presiden tetap merombak kabinet, ia khawatir citra mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru akan jatuh. "Jadi kayak enggak punya sensitivitas terhadap permasalahan akut. Harusnya Presiden lebih merespons kebakaran di daerah-daerah," tandas Siti.
Siti mengakui, pada satu sisi, Partai Amanat Nasioal memilik hak atas kursi di kabinet setelah secara resmi menyatakan mendukung pemerintah. "Namun, warga negara yang terbakar hutannya, yang nasib napasnya saja susah harus diberi atensi prima," tegasnya.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan ada dua komponen penting yang harus dipertimbangkan Presiden sebelum memutuskan merombak kabinet. Dua hal itu ialah loyalitas dan kinerja menteri Kabinet Kerja.
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto berpendapat reshuffle merupakan hak prerogatff presiden, tetapi momentumnya kurang tepat jika dilakukan dalam waktu dekat. Sebab masih banyak masalah mendesak yang membutuhkan fokus pemerintah seperti bencana kabut asap. [RUDY POLYCARPUS]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar