"Dia adalah pria yang baik, seorang teladan. Hukuman yang diberikan kepadanya sangat mengerikan," ujar Schulz pada Kamis (29/10). Dia menjelaskan, dalam kasus Badawi tersebut, hak asasi manusia telah diinjak-injak Pemerintah Arab Saudi. Sejauh ini, Pemerintah Arab Saudi belum memberikan konfirmasi apa pun terkait dengan pemberian kebebasari terhadap Badawi.
Badawi ditahan sejak 2012. Aktivis sekaligus penulis itu telah membuat website Free Saudi Liberals. Oleh Pemerintah Saudi, website tersebut dinilai menghina Islam dan Badawi dituding murtad. Pada 2013 dia akhimya dihukum 7 tahun penjara dan 600 cambukan. Tahun berikutnya, 2014, hulaunannya diperberat dengan 1.000 cambukan dan 10 tahun penjara serta denda Rp 3,7 miliar.
Hukum cambuk itu rencananya dilakukan dalam 20 minggu. Sebanyak 50 cambukan telah dilayangkan pada 9 Januari. Namun, hukuman selanjutnya belum dilakukan karena kondisi kesehatan Badawi terus menurun. Istrinya, Ensaf Haidar, menyatakan bahwa suaminya memiliki tekanan darah tinggi dan kesehatannya memburuk pasca dicambuk. Dia yakin Badawi tidak akan mampu bertahan jika benar-benar menerima seribu cambukan. Haidar saat ini tinggal di Kanada bersama anak-anaknya.
Berbagai protes dilayangkan dari banyak pihak atas penahanan Badawi itu. Namun, Pemerintah Arab Saudi bergeming. Juni lalu Mahkamah Agung malah menguatkan putusan sebelumnya, yaitu 10 tahun penjara dan 1.000 cambukan serta denda.
Selain Badawi, sejatinya ada tiga nomine penerima penghargaan Sakharov tersebut tahun ini. Dua lainnya adalah tokoh organisasi gerakan oposisi Venezuela Mesa de la Unidad Democratica dan pemimpin oposisi Rusia yang dibunuh beberapa waktu lalu, Boris Nemtsov. Pemenang tahun-tahun sebelumnya adalah Nelson Mandela, Aung' San Suu Kyi, dan Malala Yousafzai.
BBC/Aljazeera/sha/c20/ame | SCAN ARTICLE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar