Ads Inside Post

Editorial, "Ujaran Kebencian"



KORAN TEMPO, 2/11 Page 11, -- Surat edaran Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengenai penanganan ujaran kebencian (hate speech) bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, hal ini diperlukan agar kepolisian bisa bertindak cepat dalam menangani segala bentuk hasutan dan provokasi. Di sisi lain, isi edaran ini bisa menjadi alat untuk mengekang kebebasan berpendapat. Maka, yang harus dipastikan dari keluarnya edaran ini adalah agar jangan disalahgunakan untuk kepentingan yang justru membahayakan demokrasi.  

Surat edaran bernomor SE/6/X/2015 bertanggal 8 Oktober itu berisi "petunjuk" bagi polisi agar lebih peka terhadap munculnya ujaran kebencian yang berpotensi memicu konflik. Yang tergolong dalam ujaran kebencian adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran berita bohong. Ujaran kebencian diyakini bisa memercikkan kebencian kolektif, diskriminasi, pengucilan, kekerasan, sampai pembantaian kelompok etnis.

Sudah tak terhitung banyaknya konflik sosial yang meletus akibat tersulut olch ujaran kebencian. Peristiwa di Tolikara (Papua) dan Aceh Singkil (Aceh) hanyalah dua contoh. Dan ada kecenderungan bahwa kian hari produksi ujaran kebencian ini semakin intensif, entah lewat jalur konvensiona; maupun lini digital. Lewat jalur konvensional, misalnya, dengan mengembuskan isu provokatif, selebaran gelap, hingga pemasangan spanduk pemecah-belah kesatuan di ruang publik.

Sedangkan lewat ranah digital, caranya dengan memanfaatkan berbagai media sosial. Berbagai ujaran kebencian itu sexing begitu telanjang. Maka kini tak ada alasan lagi membiarkan pelakunya lobos dari jerat hukum.

Ketegasan dan konsistensi aparat penegak hukum dalam menangani ujaran kebencian kini dipertaruhkan. Jika polisi masih saja membiarkan pawaipawai dan rapat-rapat terbuka yang terang-terangan memprovokasi aksi kekerasan terhadap pihak lain, surat itu hanya akan menjadi macan ompong.

Penanganan ujaran kebencian sebetulnya jamak dilakukan di negara-negara Barat yang dianggap menganut demokrasi liberal. Bahkan ada kesepakatan internasional untuk membatasi ujaran kebencian.

Kesepakatan itu antara lain termaktub dalam International Convention on the Elimination of Racial Discrimination dan International Covenant on Civil and Political Rights. Artinya, gejala ini memang menjadi keprihatinan global, mengingat dmpaknya yang sangat merusak bagi kemanusiaan.

Itu sebabnya, dalam pelaksanaannya nanti, polisi wajib dibekali pemahaman untuk membedakan: manakah ujaran kebencian dan manakah yang hanya tergolong menyatakan pendapat dan perwujudan kebebasan berekspresi. Jika tidak, edaran itu bisa dimanfaatkan untuk menindas perbedaan. Khalayak juga wajib mengawasi agar pelaksanaan aturan tersebut tidak diselewengkan.