Ads Inside Post

Jangan Terlena Ekonomi Membaik



KORAN TEMPO, -- Pemerintah jangan dulu gembira atas kenaikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,73 persen pada triwulan ketiga 2015. Harus dicermati betul penyebab peningkatan itu. Apakah benar karena pergerakan ekonomi bisnis di Tanah Air atau ada faktor lain?

Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini, di Jakarta, Kamis pekan lalu. Ekonomi nasional dinyatakan tumbuh tipis dibanding pada kuartal kedua, yang tercatat 4,67 persen. Tapi angka ini jauh di bawah kondisi pada triwulan ketiga 2014, yang sebesar 5,01 persen.

Namun jangan lupa: salah satu hal yang mendorong pergerakan ekonomi lebih cepat pada paruh kedua, setiap tahun, adalah belanja pemerintah. Sudah menjadi kebiasaan di Indonesia, penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ncgara selalu "jalan di tempat" pada awal tahun, dan barn bergerak setelah pertengahan tahun.

Presiden Joko Widodo pada awal Oktobcr lalu mengeldhkan realisasi penyerapan anggaran kementerian/lembaga yang hingga 25 September 2015 cuma mencapai Rp 374,18 triliun. Artinya, barn 47,04 persen sari total pagu anggaran sebesar Rp 795,5 triliun yang terpakai. Padahal tahun buku berjalan tinggal tiga bulan lagi. Penyakit puluhan tahun soal penyerapan bujet yang lelet di awal tahun harus dicarikan solusi.

Inisiatif pemerintah menerbitkan paket-paket kebijakan ekonomi boleh diapresiasi. Terakhir, paket keenam yang berisi insentif bagi investor di Kawasan Ekonomi Khusus, yang dirilis Kamis pekan lalu. Paket-paket sebelumnya pun menekankan upaya mendorong investasi. Tapi sayang, kebijakan deregulasi tersebut helum tampak hasilnya alias tidak bisa diharapkan efeknya dalam 1-2 bulan ini.

Artinya, Kabinet Kerja mesti berupaya ekstra untuk menggerakkan roda perekonomian agar berputar lebih kencang di sisa waktu dua bulan terakhir. Pembangunan infrastruktur, proyek padat karya, atau program apa pun perlu "dipecut" agar bisa lari kencang. Daya beli masyarakat pun harus didongkrak, minimal dijaga supaya tidak merosot. Sebab, konsumsi domestik masih menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia.   

Pemerintah harus bisa mengendus potensi-potensi . yang bisa mengakibatkan penurunan daya beli. Misalnya, rencana PLN menarik subsidi bagi rumah tangga pengguna daya 450 VA dan 900 VA. Padahal.mayoritas masyarakat kelompok ini merupakan kelas ekonomi bawah. Tak cuma mengganggu daya beli, kebijakan seperti itu juga berpeluang mengerek angka kemiskinan.

Kabinet Kerja juga harus waspada. Sebab, berdasarkan laporan BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18 persen, meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen). Karena itu, setiap kebijakan yang diluncurkan, termasuk program milik badariusaha milik negara, tak boleh kontraproduktif terhadap target pemerintah menggerakkan ekonomi. Peningkatan ekonomi triwulan ketiga ini harus dimanfaatkan betul agar roda perekonomian berputar lebih cepat lagi.