dsfdsfdsf

AS Dorong Proses Arbitrase



Tiongkok Menilai Arbitrase Sengaja untuk Mengoyak Kedaulatan

KOMPAS 16/12 Page 6, -- Amerika Serikat mendesak Tiongkok tunduk kepada proses arbitrase untuk menyelesaikan sengketa maritim di wilayah Laut Tiongkok Selatan. Komandan Armada AS di Pasifik Laksamana Scott Swift, Senin (14/12), mengatakan, hukum internasional tengah terancam oleh kekuatan militer.

Dalam arsip foto yang dirilis pada 17 September, Admiral Harry B Harris Jr, Komandan Komando Wilayah Pasifik, memperlihatkan foto pulau buatan yang dibangun Tiongkok di gugusan karang Fiery Cross, di Laut Tiongkok Selatan. Tiongkok membangun sejumlah pulau buatan di wilayah laut yang dipersengketakan oleh sejumlah negara, seperti Vietnam dan Filipina, di Laut Tiongkok Selatan.

Swift khawatir negara-negara di kawasan Laut Tiongkok Selatan enggan menggunakan langkah hukum untuk menyelesaikan pertengkaran teritorial. "Keprihatinan saya adalah bahwa setelah beberapa dekade perdamaian dan kemakmuran, kita dapat mulai melihat kembalinya kekuatan ke wilayah tersebut," kata Swift dalam sebuah pidato di Hawaii.

Ia mengingatkan, perlombaan senjata sangat mungkin terjadi di wilayah itu. Mereka yang bertikai berpotensi tergoda menggunakan kekuatan militer daripada hukum internasional untuk menyelesaikan pertengkaran teritorial. Ia mendesak negara-negara yang tengah bersengketa agar menggunakan pengadilan internasional untuk menyelesaikan sengketa maritim.

Sebagai catatan, selain memiliki kandungan sumber daya mineral dan energi yang besar, Laut Tiongkok Selatan merupakan jalur maritim internasional yang setiap tahun mencatatkan nilai perdagangan hingga lebih dari 5 triliun dollar AS. Seperlima dari arus perdagangan itu menuju dan berasal dari pelabuhan AS.

Sebagaimana diberitakan selama ini, Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah itu. Klaim Tiongkok itu bertumpuk dengan sejumlah negara lain, seperti Malaysia, Vietnam, Brunei, Filipina, dan Taiwan, yang juga memiliki klaim atas sebagian wilayah itu.

Di wilayah itu, Beijing tengah membangun setidaknya tujuh pulau buatan di sejumlah terumbu karang di Kepulauan Spratly. Di sejumlah pulau, Beijing membangun landasan udara.

AS, sebagaimana dikemukakan Swift, menolak hal itu. Keberadaan pulau-pulau itu mengancam kebebasan navigasi di perairan internasional tersebut.

"Bahkan sekarang kapal dan pesawat yang beroperasi di dekat pulau ini sesuai dengan hukum internasional tunduk pada peringatan berlebihan yang mengancam operasi komersial dan militer rutin," tutur Swift di depan sejumlah Kepala Staf Angkatan Laut dari sejumlah negara, antara lain Jepang, Filipina, dan Indonesia.

Menegaskan
Terkait saran itu, Manila telah meminta Mahkamah Arbitrase di Den Haag untuk menegaskan hak mereka atas wilayah 200 mil laut dari garis pantai, sesuai konvensi PBB. "Kasus Arbitrase antara Filipina dan Tiongkok bisa menjadi kesempatan terakhir menunjukkan akses yang sah untuk kemakmuran regional untuk semua bangsa," kata Swift.

Namun, Beijing sejauh ini telah menolak yurisdiksi pengadilan itu dan telah memboikot persidangan. Harian Rakyat, surat kabar resmi Partai Komunis yang berkuasa di Tiongkok, menggambarkan kasus arbitrase sebagai lelucon. Langkah itu menurut mereka sengaja dirancang untuk merobek wilayah itu dari Tiongkok.

Menanggapi pernyataan Swift, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei mengatakan, negara-negara tertentu justru telah melebih-lebihkan ketegangan di wilayah Laut Tiongkok Selatan. "Yang pada kenyataannya menciptakan kebingungan dan turut campur di Laut Tiongkok Selatan. Tiongkok tegas menentang itu," katanya.

Kementerian Pertahanan Tiongkok mengatakan, negara-negara tertentu itulah yang sebenarnya tengah mempertunjukkan kekuatan mereka di kawasan tersebut. Menurut Hong, tidak ada masalah terkait dengan kebebasan navigasi di wilayah Laut Tiongkok Selatan. Selain menanggapi AS, pernyataan itu ia sampaikan untuk menanggapi keterlibatan Australia dalam patroli maritim rutin yang digelar sejak 25 November hingga 4 Desember lalu.

Hong berpendapat, negara-negara di luar kawasan Laut Tiongkok Selatan seharusnya menghormati kedaulatan negara lain dan tidak dengan sengaja mempersulit persoalan.

Sementara itu, Pemerintahan Presiden AS Barack Obama diharapkan segera mengotorisasi penjualan dua fregat berpeluru kendali kepada Taiwan. Tiongkok sangat menentang rencana itu.