21 Des 2015

Palestina dan Diplomasi Budaya

Kedutaan Besar Palestina menggelar malam budaya. Memperjuangkan kemerdekaan lewat kesenian.

Panggung di Balai Sarbini, Jakarta, Selasa malam lalu, ditata begitu sederhana. Berundak-undang hingga tiga baris. Polos, dibiarkan tanpa hiasan. Pada beberapa sisi, pantulan cahaya dari lampu malam itu justru memberi... kesan bahwa panggung belum selesai ditata. Kalau tak ada backdrop panggung bertulisan "Malam Budaya Palestina Bersama Asayel Folklore Troupe", tak ada yang tahu bahwa malam itu Bakal ada pertunjukan yang amat jarang disaksikan publik Indonesia.

Lalu mereka muncul dari sisi kanan dan kiri. Mereka mengambil tempat di panggung kedua. Mereka ini para musikus: 2 biduanita, 2 biduan, dan 1 pemain keyboard. Lalu melodi musik Timur Tengah mulai mengalun. Dari sisi yang sama, empat perempuan dan lima laki-laki turun ke panggung satu yang paling dekat dengan penonton.

Mereka mulai menari mengikuti irama. Gerakan mereka energetik. Mereka melompatsertamengangkat kaki dan tangan mereka tinggi-tinggi. Sesekali kelompok taxi perempuan dan kelompok taxi laki-laki menari terpisah. Namun tak lama kemudian mereka menari berpasangan. Lalu mereka bertepuk, berputar, dan bertepuk lagi.

Ada ratusan orang yang hadir dalam pertunjukan ini. Penonton umum serta diplomat dari Timur Tengah dan Indonesia, di antaranya Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI) Iyad Ameen Madani dan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Abdurrahman Mohainmad Fachir.

Selama 47 tahun terakhir, Palestina hidup dalam konflik. Ibu kota mereka, Al-Quds — atau. dikenal juga dengan sebutan Yerusalem—diambil alih oleh Israel. Palestina yang dikenal masyarakat Indonesia adalah rtegeri yang dirundung perang berkepanjangan.

Tapi malam itu, Palestina menampilkan aspek yang berbeda. Palestina menampilkan keseniannya, budayanya. Tak ada kesedihan atau duka yang tampak dari tad.- tarian itu. Musik mereka riang, gerakan taxi mereka energetik. Mereka muda, mereka bersemangat, dan penuh kehidupan.

Sisi berbeda yang ditampilkan malam itu, menurut Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Al Mehdawi, merupakan diplomasi budaya. Bildaya ini terancam, dengan tingginya angka kematian akibat konflik di Gaza, setiap hari. "Saudara-saudara kami di Gaza dibunuh Israel hanya karena mengekspresikan diri. Mereka ingin kami diam, tapi kami tak akan tetap diam," kata Al Mehdawi. "Ini adalah ekspresi bahwa budaya tidak bisa dibawa pergi," katanya.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al Maliki turut hadir. "Kami mengembangkan budaya meski dengan probasi 47 tahun. Penampilan malam ini adalah jalan untuk melihat kehidupan kami, dimensi lain bagaimana kami memandang hidup kami. Sesuatu yang jarang disaksikan publik,"katanya. Program budaya ini sejalan pula dengan pameran foto Jerusalem: History and Civilization yang digelar di Galeri Nasional, Jakarta, sepanjang 17-20 Desember 2015. Dua acara ini diharapkan mendorong Indonesia mendukung perjuangan Palestina.

Ada empat segmen tarian yang dipertunjukkan pada malam itu. Beberapa kali para penari kembali ke balik panggung. Dua kali para penari mengganti kostum mereka malam itu. Dua-duanya longgar. Yang perempuan mengenakan terusan panjang berwarna hitam dengan motif etnik hingga kaki.

Namun pada sisi perut ke bawah,terusan itudibelandi beberapa sisi, menampilkan celana Aladdin longgar panjang berwarna-warni. Sepatu membungkus kaki mereka. Kosturn ini sesuai dengan gerak tari mereka yang berenergi. Kain panjang membungkus kepala mereka. Rambut panjang penari perempuan dibiarkan terurai di balik kain itu.

Yang laki-laki mengenakan tunik longgar, celana panjang, sepatu bot, dan kain pengikat kepala. Malam itu hanya 20 anggota kelompok Asayel Folklore Troupe yang hadir di Indonesia. "Kalau bermain lengkap, jumlahnya bisa lebih besar. Alat musik yang digunakan juga lebih lengkap," kata Gugun Gumilar,DirekturEksekutif The Institute of Democracy and Education—yang menggelar acara ini bersama Kedutaan Besar Palestina dan Organisasi Kerja Sama Islam (OIC).

Melodi Timur Tengah yang riang serta gerak dan tepuk tangan para penari dengan cepat meraih emosi penonton malam itu. Mereka yang hadir turut bertepuk tangan, sesekali bergoyang, meski tak memahami bahasa dan makna dari tari-tarian malam itu. Setelah lebih dari setengah jam menari, sembilan penari ini turun panggung dan mengajak penonton bergabung.

Penonton umum dan para diplomat tak raga ambil bagian. Mereka membentuk lingkaran dengan para penari, dan ikut bergerak mengikuti irama. Cukup lama mereka menari dalam lingkaran, sebagian yang lain mengabadikan momen tak terduga itu. Acara ini berakhir dengan foto bersama. Beberapa penonton bergantian untuk' selfie dengan para penari yang menjadi bintang pada malam itu.

Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengatakan pertunjukan budaya ini dapat mempererat hubungan persahabatan dua negara. "Sebagai negara yang berdaulat, kita bersyukur status Palestina maju dengan pengakuan sebagai negara. Ini adalah amanat konstitusi. Selanjutnya kita mendorong Palestina segera merdeka," katanya. [Amandra M. Megarani]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar