KORAN TEMPO 30/10 Page 11, -- Berbagai
upaya mengembalikan peran tentara yang salah arah seperti pada masa Orde Baru
mesti ditolak. Termasuk Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Susunan
Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang tengah dibahas Kementerian Pertahanan.
Beleid itu berpotensi mengganggu kehidupan demokrasi Indonesia yang kini mulai
tertata dengan baik.
Pubilk bisa saja menduga ada
agenda tersembunyi di balik pembuatan rancangan yang isinya menambah fungsi dan
kewenangan TNI tersebut. Karena itu, tak mengherankan jika sejumlah LSM yang
tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo
menghentikan pembahasan peraturan itu. Mereka khawatir perluasan kewenangan itu
akan membuat TNI kembali berpolitik —sesuatu yang sudah disetip sejak reformasi
1998.
Rancangan yang menurut anggota
Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, masih ada di tingkat kementerian dan
Markas Besar TNI itu memang memuat sejumlah pasal kontroversial. Tidak hanya
akan membuat kewenangan TNI demikian besar seperti pada era Orde Baru,
kewenangan tersebut pada akhirnya juga bakal tumpang-tindih dengan lembaga
lain.
Rancangan itu menyebutkan tugas
TNI, yang selama ini menjaga pertahanan, ditambah menjaga keamanan. Disebutkan
bahwa TNI memiliki fungsi non-militer, yakni penangkal dan penindak ancaman
militer dan non-militer dari luar dan dalam negeri, sekaligus pemulih kondisi
keamanan negara.
Kita tahu bahwa fungsi menjaga
keamanan itu; sesuai dengan undang-undang, adalah tugas kepolisian. Adapun
fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004. Penambahan tugas ini tentu saja berbahaya, bisa menyebabkan
tumpang-tindih, bahkan gesekan, dengan kepolisian, sesuatu yang selama ini
sudah kerap terjadi dan membuat jatuh korban di kedua pihak.
Ada pula pasal lain yang tak
kalah aneh. Tercantum dala.m Pasal 7, TNI memiliki dua tugas, yakni operasi
militer untuk perang dan operasi militer selain perang.Yang terakhir ini
tugasnya dari menangani bencana alam hingga menanggulangi penyalahgunaan
narkoba. Pelibatan TNI dalam soal narkoba ini tentu saja beriebihan, sekaligus
mengada-ada. Tugas itu sudah diemban oleh lembaga yang ditunjuk oleh
undang-undang, yakni Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri. Tak terbayangkan
bila para anggota TNI itu suatu ketika bersitegang dengan BNN atau Poiri dalam
urusan narkoba.
Jika rancangan ini kemudian
disahkan, yang rugi kita semua: rakyat Indonesia dan TNI. TNI, yang sibuk mengurus
bencana atau narkoba, bisa jadi akan kehilangan profesionalitasnya dalam
membela negara, dalam perang menghadap musuh. Kita tahu, TNI sendiri kini
tengah dan terus melakukan reformasi demi kebaikan dan keprofesionalan mereka.
Rancangan Peraturan Presiden
tentang Susunan Organisasi TNI ini memang tak perlu. Karena itu, Presiden Joko
Widodo sebaiknya segera memerintahkan penghentian pembahasan rancangan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar