30 Okt 2015

SBY Ingatkan Soal TPP

Indonesia jangan hanya jadi pasar dari perjanjian global.

REPUBLIKA 31/10 Page 5 — Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP) agar tidak merugikan bangsa Indonesia.

Menurut SBY, jika tak siap, justru pasar Indonesia akan kebanjiran barang dan jasa negara lain. Sementara, ekspor negeri ini dinilai tak bisa bersaing di luar negeri. "Jika Indonesia merasa belum siap dan dipaksa masuk TPP, maka justru negara kita akan dirugikan. Begitulah 'hukum globalisasi'," tutur SBY dalam tweet-nya, Jumat (30/10).

Menurut mantan presiden dua periode ini, TPP sebenarnya baik, dengan catatan jika negara anggotanya siap, kepentingannya diwadahi, dan benar-benar memberi keuntungan bersama.

Namun, saat SBY masih memerintah, pihaknya memandang bahwa TPP belum menjadi prioritas utama karena sudah ada APEC yang juga merupakan wadah kerja sama ekonomi Asia Pasifik. Trans-Pacific Partnership adalah kerja sama ekonomi lintas Pasifik yang dimotori AS. Hakikatnya adalah liberalisasi perdagangan dan investasi.

Pernyataan SBY ini sekaligus untuk menanggapi media massa yang menyebutkan bahwa dahulu SBY menolak TPP dan kini Jokowi mendukung TPP. "Memang benar, dulu saya tidak setuju Indonesia masuk TPP," katanya.

SBY lantas memaparkan sejumlah alasan mengapa saat itu ia menganggap Indonesia belum tepat bergabung dengan TPP. Pertama, Indonesia sedang meningkatkan kesiapan untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kedua, Indonesia juga harus mendapat keuntungan dalam China-ASEAN Free Trade Agreement. "Rakyat khawatir kalau kita tak siap dan merugi dalam dua kerja sama ini," ungkapnya.

Alasan ketiga adalah Indonesia sedang ikut dalam negosiasi RCEP, yaitu kerja sama ekonomi ASEAN plus three (Cina, Jepang, dan Korea). Jangan sampai Indonesia juga tak siap dalam kerja sama tersebut.

Alasan keempat atau terakhir yakni ekonomi Singapura, Malaysia, Brunei, dan Vietnam yang tergabung masuk TPP dikenal sudah berorientasi ekspor, sedangkan Indonesia belum karena potensi dan pengelolaan pasar domestik yang besar.

Kendati demikian, SBY bisa memahami sikap Presiden Jokowi yang menyatakan setuju bergabung dengan TPP. "Tapi, Presiden Jokowi punya hak dan bisa saja ubah posisi kita dan putuskan bergabung ke TPP. Mungkin beliau berjanji di AS."

Namun, SBY menyarankan agar sebelum keputusan resmi dan final diambil, sejumlah hal mesti dipastikan. Pertama, pastikan Indonesia mendapat keuntungan nyata dalam pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan. Kedua, Indonesia mesti siap benar, yakni kesiapan pelaku bisnis dan masyarakat, kebijakan dan regulasi, serta infrastruktur dan konektivitas domestik.

Saran ketiga adalah negosiasi Indonesia harus kuat. Jangan sampai Indonesia hanya mendapat sedikit manfaat dari perjanjian TPP."Lagi pula, negosiasi 12 negara TPP telah tuntas pada 5 Oktober 2015 lalu," urainya.

Kemudian, alasan keempat yang dikemukakan SBY adalah pemerintah perlu meminta pendapat para ekonom, dunia usaha, dan masyarakat jika ingin bergabung dengan TPP karena dampak TPP sangat besar bagi ekonomi nasional.

Kepada Presiden Jokowi dan semua pihak, SBY mewantiwanti kepada pihak manapun untuk bekerja sama serta mengedepankan kepentingan nasional Indonesia di atas segalanya. "Mari kita bantu Presiden Jokowi untuk bisa mengambil keputusan dengan tepat dan jemih, demi kepentingan bangsa dan negara tercinta."

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan keinginannya bergabung dengan kerja sama dagang TPP di Washington, Senin (26/10). Kendati demikian, hingga sejauh ini, pejabat terkait di pemerintahan belum tahu pasti isi resmi dari perjanjian dagang tersebut.

"Kita tentunya harus pelajari dulu teksnya, seberapa dalam liberalisasinya," ujar Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chair kepada Repulika, Kamis (29/10).

Duta Bestir RI untuk Cina dan Mongolia Stegging Rahardjo menilai Indonesia perlu membenahi struktur industrinya jika ingin bergabung dalam kemitraaan atau kerja sama integrasi ekonomi regional seperti TPP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar