MEDIA INDONESIA, 11/10 Page 4, -- LEBIH dari 30 menit Ujang, 42, menepikan kendaraannya di tepi Jalan Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sopir taksi itu serius menyimak lalu lintas percakapan radio panggilan, tapi selama itu pula dia tidak dapat orderan menjemput penumpang.
Sudah tiga bulan . ini, warga Jatibening. Jakarta Timur, itu lebih memilih memarkirkan kendaraannya di tepi jalan ketimbang berkeliling mencari penumpang. Bukannya tanpa alasan, berdasarkan kenyataan, penumpang yang diburu tidak seramai sebelumnya, apalagi sampai kebanjiran penumpang. Saat ini, bapak dua anak itu hanya pasrah dan berpangku pada nasib.
Dia hanya berharap, masih ada sisa uang setoran ke perusahaan taksi yang hampir delapan tahun dinaunginya. Disadari Ujang, bisnis transportasi kedepan kian ketat. Tidak hanya harus menawarkan layanan lebih baik, tapi juga teknologi yang makin memanjakan penumpang.
Maraknya ojek aplikasi di Ibu Kota, bagi Ujang, sangat terasa dampaknya. Masyarakat makin mudah mendapatkan sarana transportasi. Layanan ojek aplikasi dapat menjangkau hingga ke tengah permukiman padat penduduk sekali pun, baik saat jemput maupun mengantar penumpang.
"Mau keliling di jalan juga sekarang susah. Yang ada malah tekor buat beli bensin. Sekarang di jam sibuk aja cari penumpang susah," keluh Ujang lirih.
Sekarang ini, Ujang memang tidak terlalu muluk berharap dapat uang banyak saat menarik taksi. Dalam sehari, pendapatan yang dibawa pulang diakuinya hanya cukup untuk kebutuhan makan dan biaya sekolah kedua anaknya.
Pada hari-hari sebelumnya, setidaknya is dapat mengantongi uang sampai Rp300 ribu. Namun, kali ini, pendapatannya turun drastis. "Setoran (taksi) ke kantor sehari Rp450 ribu. Paling bisa bawa pulang kalau (pendapatan) agak bagus Rp150 ribu. Kadang malah Rp100 ribu."
Ujang mengakui bahwa kemajuan teknologi memengaruhi sendi-sendi kehidupan. Namun, dia tetap berkeyakinan kalau rezeki sudah ada yang mengaturnya. Mungkin saat ini masyarakat demam ojek aplikasi. Tidak tahu satu atau dua tahun ke depan.
Kolega Ujang, Aris, 37, pengemudi perusahaan taksi lain, juga merasakan hal sama. Kini, pria asli kelahiran Medan, Sumatra Utara, lit lebih fokus mencari penumpang berbarengan dengan waktu berangkat dan pulang kerja pegawai. Alasannya tetap sama, yaitu guna meminimalkan pengeluaran operasional kendaraan.
"Kalau siang tetap saja kalah sama ojek aplikasi. Soalnya biaya yang dikeluarkan penumpang jauh lebih murah. Apalagi, penumpangnya cuma karyaWart biasa," ujarnya.
Aris juga optimistic baik taksi maupun ojek aplikasi memiliki segmen sendiri. "Contohnya kalau musim hujan, mau tidak mau harus naik taksi. Kehadiran ojek aplikasi jelas berpengaruh ke pendapatan kami," tuturnya.
Namun, kini dia tengah berpikir untuk beralih ke ojek aplikasi. Dia tengah berdiskusi dengan rekannya yang lebih dulu beralih menjadi pengemudi ojek aplikasi. (Deni Aryanto/J-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar