REPUBLIKA 31/10 Page 4, -- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth meminta pemerintah pusat terus memonitor peningkatan kekerasan yang terjadi di Papua. Elisabeth yang juga koordinator Tim Papua LIPI mengatakan bahwa harus ada upaya meredam aksi kekerasan itu.
"Komitmen pemerintah atas perdamaian di Papua terkendala oleh meningkatnya kekerasan di Papua, khususnya setelah kasus Tolikara pada Juli 2015," kata Elisabeth, Jumat (30/10).
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI itu juga memaparkan, terdapat 12 kasus kekerasan yang tercatat oleh media nasional dan lokal dalam tiga bulan terakhir. Kasus kekerasan tersehut mulai dari penculikan, penembakan, penangkapan, ataupun pembunuhan.
Menurut Adriana, ada tiga faktor pemicu peningkatan aksi kekerasan di Papua. Pertama, karena adanya regionalisasi isu Papua di kawasan Pasifik Selatan. Kedua, situasi menjelang pemilihan umum kepala daerah serentak pada Desember 2015. Dan, ketiga, pem, bentukan Komando Daerah Militer (Kodam) di Manokwari.
"Isu Papua telah berhasil dibawa ke kawasan Pasifik Selatan di kalangan negaranegara Melanesia. Saat ini, kebijakan politik Kementerian Luar Negeri di kawasan Pasifik Barat sudah cukup baik, tetapi tidak cukup hanya Kementerian Luar Negeri," kata dia.
Adriana mengatakan, bangsa Indonesia hams memahami bahwa sebagian Indonesia juga mcrupakan bagian dari Melanesia. Karena itu, jangan sampai ada upaya memisahkan Papua dari Indonesia karena masyarakatnya adalah bangsa Melanesia.
Momentum pemilihan umum kepala daerah serentak di Papua juga perlu diantisipasi. Kekerasan yang bisa terjadi adalah antara aparat dan masyarakat maupun masyarakat dan masyarakat.
Selain itu, rencana pembentukan Kodam di Manokwari juga berpotensi menimbulkan konflik di Papua di saat pemerintah sudah mulai mengedepankan pendek'atan dialog.
Menurut dia, terjadi suatu koritradiksi antara pendekatan dialog dan pembentukan kodam yang merupakan pendekatan pertahanan dan keamanan. "Apa urgensi pembentukan Kodam di Papua?" tanya Elisabeth.
Berbicara terpisah di Kendari, Wakil Ketua MPR Mahyudin meminta pemerintah lebih serius menangani isu konflik berhasis agama. Ini menyusul meletupnya sejumlah konflik dan demonstrasi yang merusak kerukunan umat beragama.
Menurut Mahyudin, bila pemerintah tidak segera menangani, hal itu bisa menjadi bom waktu yang akan membahayakan keutuhan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar