REPUBLIKA 31 /10 Page 3, -- Dalam lawatannya ke Amerika Serikat (AS) Senin (26/1.0) lalu, Presiden Joko Widodo menyaksikan kesepakatan bisnis antara para pengusaha Indonesia dan pengusaha AS. Di antara sejumlah kesepakatan tersebut terdapat peningkatan kerja sama investasi perusahaan rokok raksasa Philip Morris di Indonesia.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mendesak pemerintah untuk cermat dalam mendukung kesepakatan bisnis dengan korporasi rokok. Apalagi, yang dihadapi ialah raksasa bisnis AS yang hingga kini merajai pasar rokok di Tanah Air.
Terhadap kesepakatan bisnis yang melibatkan Phillip Morris, Dede mendesak pemerintah agar tidak membiarkan Indonesia menjadi sasaran pasar rokok. "Kita mesti lihat dulu. Pasarnya jangan ke Indonesia. Sebab, kalau pasarnya ke Indonesia, artinya percuma kita tinggikan anggaran kesehatan kalau terus kemudian masyarakat kita dibebankan lagi dengan bahaya rokok," kata Dede, Jumat (30/10).
Politikus Partai Demokrat itu mengakui, manuver perusahaanperusahaan rokok cukup kencang di legislatif, setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Misalnya, sehubungan dengan draf RUU Pertembakauan atau pasal keretek pada RUU Kebudayaan.
Manuver korporasi-korporasi rokok di DPR, menurut Dede, belakangan ini menemui kendala. Karena itu, mereka berpaling untuk mendekati eksekutif dengan dalih penanaman dan pengembangan investasi. "Apabila sekarang manuvernya dilakukan melalui eksekutif, tentu kita DPR wajib bertanya, tujuannya apa? Kalaupun investasi, investasi yang mana?" kata Dede.
Penasihat Komisi Nasional Penanggulangan Tembakau, Kartono Muhammad, berpendapat, tak ada sisi positif sama sekali dari kerja sama investasi 1,9 miliar dolar AS antara pemerintah dan Philip Morris. Kerja sama itu dinilainya justru makin membuat Indonesia terjerat dengan rokok. "Sama sekali tak membawa manfaat bagi Indonesia," kata Kartono, Jumat (30/10).
Dan sisi kesehatan, ungkapnya, masa depan anak Indonesia akan terancam. Sebab, investasi tersebut simbol peningkatan produksi rokok yang semakin masif. Ujung-ujungnya anak Indonesia akan dijejali produk rokok dengan lebih deras.
Di sela-sela kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat, awal pekan ini, Presiden Jokowi juga menyambangi kantor US Chamber of Commerce atau Kamar Dagang Amerika Serikat. Di kantor Kamar Dagang AS itu, Jokowi menyaksikan kesepakatan bisnis para pengusaha Indonesia dan investor asal negeri Paman Sam tersebut. DiKutip dari halaman resmi pemerintah, setkab.go.id, Kepala Badan Kerja Sama Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyebut total kesepakatan bisnis yang berhasil dicapai senilai 20,075 miliar dolar AS.
Dalam butir dua kesepakatan tertulis, ekspansi Phillip Morris sebesar 1,9 miliar dolar AS (500 juta dolar AS untuk belanja modal dan 1,4 miliar dolar AS berupa penerbitan saham baru Sampoerna). Adapun belanja modal tersebut untuk perluasan pabrik dan perkantoran serta investasi yang akan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2016-2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar