Banyak para ahli menyatakan bahwa warga Betawi identik dengan Islam. Orientatis, Christiaan Snouck Hurgronje, sudah berketiling ke sejumlah daerah di Indonesia. Dia memperhatikan dan meneliti kehidupan kaum Muslimin di Indonesia. Kemudian, dia menyimpulkan tak ada yang lebih religius dari orang Betawi.
Saya mengalami hidup dalam kultur Betawi. Sejak kecil, anak-anak Betawi sudah dididik untuk menimba ilmu kepada pemuka agama. Mereka disebut dengan mualim atau ustaz. Untuk guru perempuan kerap disebut dengan ustazah. Ada tiga mualim: guru ngaji yang ilmunya dalam, guru madrasah, dan guru yang datang ke kampung-kampung.
Di antara guru yang terkenal adalah guru Mansur (1878-1967). Dia mendirikan masjid danpendidikan di Jembatan Lima Jakarta Barat. Ada juga guru Mujib (1935) di Tanah Abang. Kemudian guru Marzuki (1876-1934). Mereka mengajarkan agama, Alquran, tauhid, dan lainnya.
Mereka mengajarkan membaca Alquran. Anak-anak diperkenalkan huruf hijaiyah beserta tanda bacanya. Jika sudah mampu membaca Alquran, anak-anak akan diarahkan untuk menghafalkan surat-surat pendek yang ada pada Juz 30.
Kami biasa menyebutnya J4iz Am-ma. Juz paling akhir dari Atquran ini berisi surah-surah pendek yang kerap dibaca ketika melaksanakan shalat. Diawali dengan surah an- Naba yang berarti berita. Kemudian diakhiri dengan surah an-Nasyang berarti manusia.
Kalau sudah hafal Juz Amma, anak-anak akan diarahkan untuk membaca Atquran dari juz awat hingga akhir Dimulai dari membaca surah alFatihah, kemudian akan masuk ke surah al-Baqarah hingga surat yang terakhir.
Jika sudah khatam membaca Alquran, orang tua biasanya merayakannya dalam bentuk khataman Alquran. Ada nasi tumpeng yang disiapkan untuk hadirin yang merupakan tetangga sekitar tempat tinggalnya.
Si anak yang mengkhatamkan "dipajang" dengan memakai pakaian gamis seperti seorang syekh. Hadirin kemudian membacakan doa agar anak yang mengkhatamkan Alquran menjadi anak yang baik.
Tradisi khataman ini sering dilaksanakan. Ini merupakan salah satu tradisi Muslim di Betawi. Ada juga tradisi sunatan. Polanya tidakjauh berbeda. Si anak disunat oleh bengkong atau tukang sunat. Saya dulu disunat sama bengkong Maliki. Dia terkenal betul.
Bengkong Maliki pernah menyunat putuhan anak dalam acara sunatan massal di Masjid Kwitang. Dia cepat sekali menyunat anak-anak. Dia juga keliling kampung untuk mencari anakanak yang mau disunat.
Sejak kecil anak-anak sudah dikenalkan tentang sunat. Mereka diberi tahu bahwa disunat itu adalah sebuah keharusan. Rasanya tidak sakit, hanya seperti digigit semut. Nah, anak-anak akhirnya ingin untuk segera disunat. Bahkan, mereka meminta kepada orang tuanya untuk segera disunat.
Orang tua selalu ingin anakanaknya dapat memahami Islam dengan baik. Mereka mengajarkan anak-anaknya shalawat kepada Nabi Muhammad. Jika anak-anak mengantuk, orang tua akan menemani anak-anaknya tidur sambil membacakan shalawat.
Orang tua di Betawi lebih menyukai anak-anaknya disekolahkan di madrasah. Di sana mereka diajarkan tentang Islam untuk diterapkan dalam keseharian.
Selesai dari madrasah, anak-anak Betawi akan melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi. Kalau orang tuanya memitiki perekonomian yang mapan, mereka akan menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Yang akan dipitih adalah Timur Tengah. Di sana mereka menimba ilmu-i.mu Islam lebih mendalam.
Salah satu negara yang dituju adatah Arab Saudi. Di sana mereka menimba ilmu sekaligus menunaikan ibadah haji. Ini adalah rukun Islam kelima. Mereka yang sudah melaksanakan haji akan mendapatkan kebanggaan tersendiri.
Ketika Perang Dunia II terjadi, banyak orang Betawi yang berangkat ke Arab Saudi. Awalnya sekadar untuk belajar dan menunaikan haji, tapi ternyata mereka tidak kembali ke tanah kelahiran. Mereka menjadi penduduk di sana. Mereka berkomunikasi dengan bahasa Arab, namun masih bisa berbicara bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar