4 Nov 2015

AS Rencanakan Operasi di Laut Cina Selatan

REPUBLIKA, BEIJING 4/11 Page 7,  — Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) akan melakukan operasi patroli militer pada jarak 12 mil laut dari pulau buatan Cina di Laut Cina Selatan (LCS). Patroli itu dilakukan sekurangnya dua kali per tiga bulan untuk mengingatkan Cina dan negara lain babwa AS berhak melakukannya herdasarkan hukum internasional.

"Kami akan di sana sekitar dua atau lebih setiap tiga bulan," ujar seorang petinggi militer AS yang tidak disebutkan namanya. "Itu porsi yang pas untuk operasi rutin, tetapi juga tidak terlalu mencolok. Itu memenuhi tujuan kami untuk mengklaim hak kami berdasarkan hukum internasional dan mengingatkan Cina serta negara lain mengenai pandangan kami itu."

Penasihat Deputi Keamanan Nasional Ben Rhodes mengatakan, ini merupakan komitmen AS untuk hak bebas menavigasi di wilayah tersebut. "Ini untuk menunjukkan bahwa kita akan rnenjunjung tinggi prinsip kebebasan navigasi," katanya.

Kepala Pasukan Militer AS Harry B Harris mengatakan, operasi AS tersebut berfungsi untuk melindungi hak-hak, kebebasan, dan penggunaan yang sah dari Taut dan udara oleh semua bangsa di bawah liukum internasional. "Saya benar-benar percaya bahwa operasi rutin ini tidak boleh ditafsirkan sebagai'ancaman bagi negara mana pun," katanya.

Harris secara lantang mengkritik reklamasi tanah di LCS. Pada Maret lalu, ia mengatakan bahwa Cina membangun tembok pasir besar dan memunculkan kekhawatiran dari negaranegara yang terlibat sengketa LCS.

Cina mengklaim sebagian besar LCS yang dilewati perdagangan senilai dari 5 triliun dolar AS setiap tahunnya. Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan saling tumpang-tindih klaim.

AS tidak mengakui pulau-pulau buatan manusia, termasuk Subi Reef, dan akan melakukan patroli di dekat pulau-pulau itu secara teratur. Cina telah mereklamasi sekitar 809 hektare lahan dalam rantai kepulauan Spratly sejak tahun lalu. Saat ini, Cina menambahkan pelabuhan, perumahan, dan lapangan terbang.

Namun, Harris mengatakan, AS tidak ingin perbedaan pendapat mengganggu peluanguntuk membangun hubungan militer yang lebih erat dengan Cina. Ia mencontohkan kemajuan baru, seperti Perjanjian Militer Maritim Konsultatifuntuk meningkatkan operasi militer yang arnan di Asia Pasifik. "Saya setuju dengan banyak rekan-rekan Cina saya yang telah menekankan ketja sama di atas konfrontasi," ujarnya.

Ia mengaku terns melakukan percakapan secara pribadi dengan Para pemimpin militer Cina. "Ini alasannya mengapa saya di Cina pekan ini," ujar dia. Pernyataan Harris mencerminkan penekarian pemerintah Obama pada pendalaman hubungan ekonomi, diplomatik, dan militer AS di Asia Pasifik yang disebut "Poros Pasifik".

Hubungan AS dengan Cina bagaimanapun telah rumit mengingat pergerakan agresif Cina di LCS.

Ingin dibahas di ASEAN
Amerika Serikat dan Jepang terus mendesak agar masalah LCS dibahas di forum regional Asia Tenggara meski Cina keberatan. Namun, seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan, Cina dengan jelas tidak ingin LCS dibahas pada pertemuan antara menteri pertahanan Asia Tenggara dan rekanrekan mereka dari seluruh Asia Pasifik.

"Kami dan negara-negara lain berpendapat bahwa Laut Cina Selatan harus dimasukkan, tapi adaanggota yang berbeda (pendapat)," kata pejabat pertahanan AS.

Menurutnya, Cina adalah kendala utama dalam pembicaraan tersebut. Pertemuan yang diikuti 10 menteri pertahanan dari Asosiasi BangsaBangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan menteri-menteri dari negara-negara lain, seperti AS, Jepang, Cina, India, dan Australia, ini tidak menyebutkan LCS dalam basil pertemuan. Bahkan, Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin hanya menyinggung perihal Selat Malaita, bukan Laut Cina Selatan.

"Jika kita tidak dapat menemukan solusi damai, patroli dan kehadiran kapal dari Cina atau AS menimbulkan kekhawatiran bagi kita, negara ASEAN," ujar dia.

Kesimpulan pertemuan justru lebih berfokus pada terorisme dan kerja sama keamanan regional. Jepang dikabarkan meminta Malaysia memperbaiki draf pertemuan dan membuat Catatan dari LCS.

Pertemuan seperti ini pertama kali diadakan pada 2006 dan merupakan sebuah platform untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional. Pertemuan ASEAN secara rutin menjadi tempat bagi negara-negara, seperti Filipina dan Vietnam, untuk berdebat menyikapi ambisi teritorial Cina. Sementara, negara-negara, seperti Kamboja yang pro-Cina dan Malaysia, berupaya mengarahkan ke jalur yang lebih netral.

Penulis : MELISA RISKA PUTRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar